Minggu, 24 Oktober 2010

cara mudah daur ulang sampah

Cara Mudah Daur Ulang Kertas bekas

15 02 2008   Alat dan Bahan
Membuat kertas daur ulang ini tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Alat dan bahannya bisa diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitar kita. Alat yang kita butuhkan hanyalah dua buah ember besar, blender untuk menghancurkan kertas, satu atau lebih cetakan kertas yang tersebut dari dua buah bingkai kayu dan spons untuk menyerap air. Untuk mencetak kertas kita membutuhkan satu bingkai kayu dengan saringan kawat dan satu bingkai tanpa saringan. Saringian kawat ini bisa dibuat dari kain kassa. Ukuran bingkai kayu untuk cetakan kertas ini kita sesuaikan dengan ukuran kertas yang diinginkan, misalnya ukuran folio, atau double polio. Jangan lupakan pula selembar kain bekas yang panjangnya cukup untuk alas menjemur kertas yang sudah jadi. Di sini kita bisa memanfaatkan kain bekas spanduk. Bahan untuk membuat kertas daur ulang ini adalah air, kertas-kertas, bekas pakai serta daun-daun atau bunga-bunga kering untuk hiasan.
Cara Membuat
Cara membuatnya juga sangat mudah. Pertama kita hancurkan kertas-kertas bekas itu dengan cara menyobek-nyobeknya hingga berbentuk serpihan-serpihan kecil. Semakin kecil dan semakin halus sobekan kerta itu akan semakin bagus. Kemudian sobekan-sobekan kerta ini kita rendam dalam seember air selama minimal dua malam. Semakin lama merendam semakin baik. Untuk membantu proses pelarutan tinta dalam kerta bekas, maka rendaman kertas ini bisa kita rebut selama satu atau dua jam. Setelah rebusan kerta ini mendingin, kita blender rebusan ini sampai benar-benar hancur, hingga menjadi bubur kertas. Bubur kertas yang kental ini kemudian kita larutkan sedikit demi sedikit dalam seember air, dengan perbandingan kurang lebih 1:10, atau kita perkirakan sesuai dengan ketebalan kertas yang kita inginkan. Semakin tebal kertas yang kita inginkan, semakin kentallah campuran yang harus kita buang. Campur bubur kertas dengan air hingga benar-benar larut. Kertas pun siap kita cetak dengan memakai cetakan kertas yang telah disediakan.
Mencetak kertas daur ulang ini juga memerlukan trik khusus agar hasilnya baik. Ember yang dipakai untuk mencampur bubur kertas dengan air itu, haruslah yang berukuran besar, agar cetakan kertas bisa masuk seluruhnya ke dalam ember. untuk mencetak, kita lekatkan dua buah bingkai kayu sebagai cetakan kertas. Bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat ditempelkan pada sisi bingkai kayu yang ada saringan kawatnya. Kemudian cetakan kertas ini kita masukkan dari pinggir ember dengan posisi tegak lurus, horisontal, sejajar dengan ember. Kita celupkan cetakan ini hingga masuk seluruhnya ke dalam ember. Setelah itu, baru kita angkat kertas itu perlahan-lahan. Tunggu hingga air yang menetes dari cetakan habis. Kemudian angkat bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat dengan hati-hati agar kertas yang sudah dicetak tidak rusak dan cetak kertas di atas kain alas. Cara mencetaknya, tempelkan bingkai kayu yang berisi bubur kertas ke atas kain alas. Serap air yang ada di dalam kertas yang dicetak dengan menggunakan spons. Gerakkan spons dengan gerakan satu arah di atas kertas. Berhati-hatilah agar kertas yang dicetak tidak robek. Peras dan keringkan spons kemudian gunakan kembali untuk menyerap air dalam kertas. Ulangi hingga air di atas kertas habis, kemudian angkat cetakan kertas dengan hati-hati. Jemur hingga kertas mengering.
Untuk variasi, kertas daur ulang ini kita bisa kita warnai sesuai dengan keinginan kita. Sebagai pewarna alami, kita bisa memakai daun pandan atau daun-daun yang lain untuk warna hijau. Untuk warna kuning kita bisa memakai kunyit, dan untuk warna merah, kita bisa memakai daun jati yang ditambuk atau kayu secang yang telah direbus terlebih dahulu. Caranya, tumbuk atau parut bahan pewarna alami yang kita inginkan, peras dan saring, ambil airnya untuk mewarnai. Pewarna alami ini bisa kita campurkan pada waktu kita mencetak kertas. Selain itu kita juga bisa menambahkan hiasan berupa serpihan daun-daun atau bunga, agar kertas daur ulang kita terlihat lebih artistik. Penambahan hiasan bisa dilakukan dengan mencampurkan serpihan bunga dan daun pada bubur kertas atau dengan menghiaskannya pada waktu kertas baru usai dicetak.
Dalam proses selanjutnya, kertas daur ulang ini bisa kita olah menjadi beragam souvenir atau barang-barang keperluan sehari-hari. Kotak pensil, block note, kotak perhiasan dan kertas surat merupakan beberapa contoh barang yang bisa dibuat dari kerta daur ulang. Nah, tunggu apalagi, Anda bisa mempraktekkannya bersama-sama dengan anak-anak Anda. Baik untuk sekedar sebagai kegiatan mengisi waktu luang ataupun jika ditekuni, membuat kertas daur ulang ini bisa menjadi suatu usaha sampingan yang cukup menjanjikan.Semoga berguna danbermanfaat

cara mudah daur ulang sampah

Cara Mudah Daur Ulang Kertas bekas

15 02 2008   Alat dan Bahan
Membuat kertas daur ulang ini tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Alat dan bahannya bisa diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitar kita. Alat yang kita butuhkan hanyalah dua buah ember besar, blender untuk menghancurkan kertas, satu atau lebih cetakan kertas yang tersebut dari dua buah bingkai kayu dan spons untuk menyerap air. Untuk mencetak kertas kita membutuhkan satu bingkai kayu dengan saringan kawat dan satu bingkai tanpa saringan. Saringian kawat ini bisa dibuat dari kain kassa. Ukuran bingkai kayu untuk cetakan kertas ini kita sesuaikan dengan ukuran kertas yang diinginkan, misalnya ukuran folio, atau double polio. Jangan lupakan pula selembar kain bekas yang panjangnya cukup untuk alas menjemur kertas yang sudah jadi. Di sini kita bisa memanfaatkan kain bekas spanduk. Bahan untuk membuat kertas daur ulang ini adalah air, kertas-kertas, bekas pakai serta daun-daun atau bunga-bunga kering untuk hiasan.
Cara Membuat
Cara membuatnya juga sangat mudah. Pertama kita hancurkan kertas-kertas bekas itu dengan cara menyobek-nyobeknya hingga berbentuk serpihan-serpihan kecil. Semakin kecil dan semakin halus sobekan kerta itu akan semakin bagus. Kemudian sobekan-sobekan kerta ini kita rendam dalam seember air selama minimal dua malam. Semakin lama merendam semakin baik. Untuk membantu proses pelarutan tinta dalam kerta bekas, maka rendaman kertas ini bisa kita rebut selama satu atau dua jam. Setelah rebusan kerta ini mendingin, kita blender rebusan ini sampai benar-benar hancur, hingga menjadi bubur kertas. Bubur kertas yang kental ini kemudian kita larutkan sedikit demi sedikit dalam seember air, dengan perbandingan kurang lebih 1:10, atau kita perkirakan sesuai dengan ketebalan kertas yang kita inginkan. Semakin tebal kertas yang kita inginkan, semakin kentallah campuran yang harus kita buang. Campur bubur kertas dengan air hingga benar-benar larut. Kertas pun siap kita cetak dengan memakai cetakan kertas yang telah disediakan.
Mencetak kertas daur ulang ini juga memerlukan trik khusus agar hasilnya baik. Ember yang dipakai untuk mencampur bubur kertas dengan air itu, haruslah yang berukuran besar, agar cetakan kertas bisa masuk seluruhnya ke dalam ember. untuk mencetak, kita lekatkan dua buah bingkai kayu sebagai cetakan kertas. Bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat ditempelkan pada sisi bingkai kayu yang ada saringan kawatnya. Kemudian cetakan kertas ini kita masukkan dari pinggir ember dengan posisi tegak lurus, horisontal, sejajar dengan ember. Kita celupkan cetakan ini hingga masuk seluruhnya ke dalam ember. Setelah itu, baru kita angkat kertas itu perlahan-lahan. Tunggu hingga air yang menetes dari cetakan habis. Kemudian angkat bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat dengan hati-hati agar kertas yang sudah dicetak tidak rusak dan cetak kertas di atas kain alas. Cara mencetaknya, tempelkan bingkai kayu yang berisi bubur kertas ke atas kain alas. Serap air yang ada di dalam kertas yang dicetak dengan menggunakan spons. Gerakkan spons dengan gerakan satu arah di atas kertas. Berhati-hatilah agar kertas yang dicetak tidak robek. Peras dan keringkan spons kemudian gunakan kembali untuk menyerap air dalam kertas. Ulangi hingga air di atas kertas habis, kemudian angkat cetakan kertas dengan hati-hati. Jemur hingga kertas mengering.
Untuk variasi, kertas daur ulang ini kita bisa kita warnai sesuai dengan keinginan kita. Sebagai pewarna alami, kita bisa memakai daun pandan atau daun-daun yang lain untuk warna hijau. Untuk warna kuning kita bisa memakai kunyit, dan untuk warna merah, kita bisa memakai daun jati yang ditambuk atau kayu secang yang telah direbus terlebih dahulu. Caranya, tumbuk atau parut bahan pewarna alami yang kita inginkan, peras dan saring, ambil airnya untuk mewarnai. Pewarna alami ini bisa kita campurkan pada waktu kita mencetak kertas. Selain itu kita juga bisa menambahkan hiasan berupa serpihan daun-daun atau bunga, agar kertas daur ulang kita terlihat lebih artistik. Penambahan hiasan bisa dilakukan dengan mencampurkan serpihan bunga dan daun pada bubur kertas atau dengan menghiaskannya pada waktu kertas baru usai dicetak.
Dalam proses selanjutnya, kertas daur ulang ini bisa kita olah menjadi beragam souvenir atau barang-barang keperluan sehari-hari. Kotak pensil, block note, kotak perhiasan dan kertas surat merupakan beberapa contoh barang yang bisa dibuat dari kerta daur ulang. Nah, tunggu apalagi, Anda bisa mempraktekkannya bersama-sama dengan anak-anak Anda. Baik untuk sekedar sebagai kegiatan mengisi waktu luang ataupun jika ditekuni, membuat kertas daur ulang ini bisa menjadi suatu usaha sampingan yang cukup menjanjikan.Semoga berguna danbermanfaat

daur ulang sampah

Daur ulang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Simbol internasional untuk daur ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
Material yang bisa didaur ulang terdiri dari sampah kaca, plastik, kertas, logam, tekstil, dan barang elektronik. Meskipun mirip, proses pembuatan kompos yang umumnya menggunakan sampah biomassa yang bisa didegradasi oleh alam, tidak dikategorikan sebagai proses daur ulang. Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak bisa didegradasi oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan. Secara garis besar, daur ulang adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk proses produksi.
Pada pemahaman yang terbatas, proses daur ulang harus menghasilkan barang yang mirip dengan barang aslinya dengan material yang sama, contohnya kertas bekas harus menjadi kertas dengan kualitas yang sama, atau busa polistirena bekas harus menjadi polistirena dengan kualitas yang sama. Seringkali, hal ini sulit dilakukan karena lebih mahal dibandingkan dengan proses pembuatan dengan bahan yang baru. Jadi, daur ulang adalah proses penggunaan kembali material menjadi produk yang berbeda. Bentuk lain dari daur ulang adalah ekstraksi material berharga dari sampah, seperti emas dari prosessor komputer, timah hitam dari baterai, atau ekstraksi material yang berbahaya bagi lingkungan, seperti merkuri.
Daur ulang adalah sesuatu yang luar biasa yang bisa didapatkan dari sampah. Proses daur ulang alumunium dapat menghemat 95% energi dan mengurangi polusi udara sebanyak 95% jika dibandingkan dengan ekstraksi alumunium dari tambang hingga prosesnya di pabrik. Penghematan yang cukup besar pada energi juga didapat dengan mendaur ulang kertas, logam, kaca, dan plastik.
Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya diantaranya adalah:
Bahan bangunan 
Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata.
Baterai 
Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.
Barang Elektronik 
Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone umumnya tidak didaur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat didaur ulang dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut (emas, besi, baja, silikon, dll) ataupun bagian-bagian yang masih dapat dipakai (microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dll). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas.
Logam 
Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia. Termasuk salah satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari sampah lainnya dengan magnet. Daur ulang meliputi proses logam pada umumnya; peleburan dan pencetakan kembali. Hasil yang didapat tidak mengurangi kualitas logam tersebut.
Contoh lainnya adalah alumunium, yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.
Bahan Lainnya 
Kaca dapat juga didaur ulang. Kaca yang didapat dari botol dan lain sebagainya dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru. Dapat juga dipakai sebagai bahan bangunan dan jalan. Sudah ada Glassphalt, yaitu bahan pelapis jalan dengan menggunakan 30% material kaca daur ulang.
Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah.
Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
Jenis kode plastik yang umum beredar diantaranya:

[tutup] Kompos Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Kompos dari sampah dedaunan Kompos dari jerami padi Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005). Daftar isi [sembunyikan] * 1 Pendahuluan * 2 Jenis-jenis kompos * 3 Manfaat Kompos * 4 Dasar-dasar Pengomposan o 4.1 Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan o 4.2 Proses Pengomposan o 4.3 Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan * 5 Strategi Mempercepat Proses Pengomposan o 5.1 Memanipulasi Kondisi Pengomposan o 5.2 Menggunakan Aktivator Pengomposan o 5.3 Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan o 5.4 Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan * 6 Pengomposan secara aerobik o 6.1 Peralatan o 6.2 Tahapan pengomposan * 7 Kontrol proses produksi kompos o 7.1 Proses pengontrolan * 8 Mutu kompos * 9 Literatur * 10 Pranala luar [sunting] Pendahuluan Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan. Asal Bahan 1. Pertanian Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air 2. Industri Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit 3. Limbah rumah tangga Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota [sunting] Jenis-jenis kompos * Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut. * Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula. * Kompos bokashi. [sunting] Manfaat Kompos Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: 1. Meningkatkan kesuburan tanah 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980). Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK. Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu. [sunting] Dasar-dasar Pengomposan [sunting] Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut. [sunting] Proses Pengomposan Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. Skema Proses Pengomposan Aerobik Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106 Mikrofanuna Protozoa 104 - 105 Makroflora Jamur tingkat tinggi Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll Proses pengomposan tergantung pada : 1. Karakteristik bahan yang dikomposkan 2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan 3. Metode pengomposan yang dilakukan [sunting] Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain: Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensupl * Sebaiknya digunakan termomete

kompos

Kompos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Kompos dari sampah dedaunan
Kompos dari jerami padi
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).

Daftar isi

[sembunyikan]

Pendahuluan

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

Jenis-jenis kompos

  • Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
  • Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
  • Kompos bokashi.

Manfaat Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
  1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
  2. Mengurangi volume/ukuran limbah
  3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

Dasar-dasar Pengomposan

Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.

Proses Pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos
Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna Protozoa 104 - 105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada :
  1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
  2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
  3. Metode pengomposan yang dilakukan

Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC

Strategi Mempercepat Proses Pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

  1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
  2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
  3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

Memanipulasi Kondisi Pengomposan

Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

[sunting] Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :Green Phoskko, Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

[sunting] Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

[sunting] Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
  1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
  2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
  3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
  4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

 Pengomposan secara aerobik

 Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
  1. Terowongan udara (Saluran Udara)
    • Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
    • Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
    • Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
    • Sudut : 45o
    • Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
  2. Sekop
    • Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
  3. Garpu/cangkrang
    • Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
  4. Saringan/ayakan
    • Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
    • Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
    • Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
  5. Termometer
    • Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
    • Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
    • Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
  6. Timbangan
    • Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
    • Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
  7. Sepatu boot
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
  8. Sarung tangan
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
  9. Masker
    • Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang berfungsi dalam memberi asupan oksigen serta membalik bahan secara praktis. Komposter Rotary Klin berkapasitas 1 ton bahan sampah mengelola proses membalik bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter BioPhoskko disertai aktivator kompos yang tepat akan meningkatkan kerja penguraian bahan (dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.

 Tahapan pengomposan

  1. Pemilahan Sampah
    • Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
  2. Pengecil Ukuran
    • Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
  3. Penyusunan Tumpukan
    • Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
    • Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
    • Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
  4. Pembalikan
    • Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
  5. Penyiraman
    • Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
    • Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
    • Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
  6. Pematangan
    • Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
    • Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
  7. Penyaringan
    • Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
    • Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
  8. Pengemasan dan Penyimpanan
    • Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
    • Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

 Kontrol proses produksi kompos

  1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
  2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
  3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.

 Proses pengontrolan

Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
  1. Monitoring Temperatur Tumpukan
  2. Monitoring Kelembaban
  3. Monitoring Oksigen
  4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
  5. Monitoring Volume

 Mutu kompos

  1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
  2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
  3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
    • Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
    • Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
    • Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
    • Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
    • Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
    • Tidak berbau.

Pemanfaatan Sampah Rumah Tangga Menjadi Pupuk Organik

PEMANFAATAN SAMPAH RUMAH TANGGA MENJADI PUPUK ORGANIK
PEMANFAATAN SAMPAH RUMAH TANGGA MENJADI PUPUK ORGANIK
Makalah ini kami susun sebagai bahan penyuluhan untuk ibu-ibu PKK di sekitar tempat tinggal kami. Makalah ini kami susun dari berbagai sumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai pupuk tanaman dapat memberikan fungsi ganda, selain menghasilkan pupuk juga membantu masyarakat hidup bersih. Guna memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk melestarikan lingkungan hidup menuju masyarakat sejahtera. Kita harus tahu dan sadar bahwa 70 % sampah yang dihasilkan setiap hari merupakan sampah rumah tangga. Bila sampah telah dapat tertanggulangi pada tingkat keluarga atau rumah tangga, akan mampu mengurangi beban terbesar yang harus ditanggung tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk itu, kita perlu mensosialisasikan pemanfaatan sampah organik di lingkungan keluarga atau rumah tangga menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah rumah tangga seperti ini relatif lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi penampungan akhir dari TPA.
Kegiatan tersebut dapat menciptakan lingkungan bersih dan sehat, sehingga masyarakat dapat hidup bersih dan sehat. Ada beberapa Permasalahan Sampah yang sering kita hadapi. Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan :
1. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus
2. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara
3. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu tindakan-tindakan khusus yang dilakukan dalam menangani masalah sampah dapur ini.
Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut a. Penumpukan. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badan-badan air. b. Pengkomposan.
Cara pengkomposan meerupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri. Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos. Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah.
Dengan mengolah sampah dapur kita mendapatkan bernagai manfaat antara lain :
1. Mengehemat sumber daya alam
2. Mengehemat Energi
3. Mengurangi uang belanja
4. Menghemat lahan TPA
5. Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman) Manfaat pengelolaan sampah Pemanfaatan ibu-ibu PKK merupakan salah satu cara untuk menggerakkan warga untuk sadar lingkungan.
Menciptakan kebiasaan mengolah sampah dapur itu tidaklah mudah, oleh karena itu perlunya kesadaran dari ibu-ibu untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas dari sampah. Untuk menjaga lingkungan bersih bebas dari sampah salah satu solusinya mengubah kebiasaan membuang sampah untuk mengolah sampah menjadi kompos dimulai dari sampah rumah tangga.
Sampah organik ialah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur yang sifatnya mudah terurai secara alami dengan bantuan mikroorganisme. Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos, tahapan pemilahan dan penyeleksian sampah penting dilaksanakan, hindari dari sisa-sisa daging, tulang, duri-duri ikan, produk yang berasal dari susu, sisa-sisa makanan berlemak, dikarenakan kesemuanya itu dapat diperoleh kompos yang kualitas tidak baik karena bisa menimbulkan bau busuk.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kompos seperti bahan baku, suhu, nitrogen dan kelembapan bahan sampah organik yang berasal dari sisa sayuran dapur lebih cepat terurai dan tidak berbau. Kandungan C/N bahan dengan C/N tanah harus seimbang. Selain itu kestabilan suhu harus dijaga, suhu ideal ( 40-50 ºC). Sementara nitrogen dibutuhkan oleh bakteri pengahancur untuk tumbuh dan berkembang biak. Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi menyebabkan volume udara menjadi berkurang. Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos.
Mengenal Kompos Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Di dalam timbunan bahan-bahan organic, pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air, terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam jasad-jasad renik, terutama nitrogen, fosfor dan kalium. Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos, oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat antara lain menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar menjadi salah satu alternative pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan ramah lingkungan, menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya lebih hemat, bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan dan reklamasi lahan kritis. Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N, semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos.
Tanah pertanian yang baik mengandung perbandingan unsure C dan N yang seimbang. Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak bisa langsung dibenamkan dan membiarkannya terbenam sendiri karena struktur bahan organik tersebut kasar, daya ikatnya terhadap air amat lemah, sehingga bila langsung dibenamkan ke tanah, tanah akan menjadi berderai. Hal ini dapat dilakukan bagi tanah yang berat, akan tetapi akan berakibat buruk bagi tanah yang ringan (pasir) dan akan lebih buruk lagi pada kawasan tanah yang terbuka.
Penimbunan bahan organik begitu saja di tanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena penguraian terjadi amat cepat. Akibatnya, jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat cepat. Kondisi seperti ini akan sangat menganggu pertumbuhan tanaman. Selain kandungan C/N dalam bahan, permukaan bahan juga mempengaruhi kecepatan pengomposan. Makin halus dan kecil bahan baku kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai akan semakin kuat sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat. Sebaliknya bila bahan baku berukuran besar, permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses pengomposan lebih lama. Itulah sebabnya bahan baku tersebut harus dipotong-potong. Selain itu dalam pembuatan kompos perlu dijaga kestabilan suhu ( mempertahankan panas ) pada suhu ideal (40-50ºC). Untuk mempertahankan panas dapat dilakukan dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m. Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah menguap. Hal ini dikarenakan tidak adanya bahan material yang digunakan. Untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak dapat berkembang. Sebaliknya, timbunan bahan terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai.
Adapun kondisi yang kekurangan udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerob yang menimbulkan bau tidak enak. Nitrogen salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kompos, sebab nitrogen dibutuhkan oleh bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang baik.
Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya rendah tidak menghasilkan panas, sehingga pembusukan bahan-bahan akan terhambat. Oleh karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras dan tanaman menjalar harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair, pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur. Apabila bahan-bahan yang mengandung nitrogen tidak tersedia bahan kompos bisa ditambah dengan berbagai pupuk organik (pupuk kandang). Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi (bahan dalam keadaan becek)akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian volume udara terjaga stabilitasnya. Sampah-sampah hijau umumnya tidak membutuhkan air sama sekali pada awal pembuatan kompos. Namun pada dahan dan ranting kering serta rumput-rumputan harus diberi air pada saat membuat timbunan kompos.
Secara menyeluruh kelembapan timbunan harus mencapai 40-60%. Timbunan kompos akan mulai berasap pada saat panas mulai timbul. Pada saat itu, bagian tengah akan menjadi kering setelah itu proses pembusukan bisa berhenti secara mendadak. Untuk mencegahnya, panas dan kelembapan dalam timbunan bahan perlu dikontrol. Caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan telah berjalan baik. Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos dapat diairi tiap 4-5 hari sekali. Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek.
Usaha yang dapat dilakukan yakni dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak membulat agar dapat mengalirkan airnya. Namun, bila hujan tak ada hentinya dan amat deras, timbunan kompos masih tetap terlalu basah atau becek sehingga bakteri anaerob mulai tumbuh, maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari. Hal ini dapat mengembalikan keadaan yang normal.
Mengolah Sampah Organik Dapur Menjadi Kompos Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan yaitu bahan-bahan organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah agar proses pengomposan berlingsung cepat.
Selain itu untuk mempercepat pengomposan, diperlukan pupuk kandang karena bahan-bahan ini akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya. Tempat yang sederhana di tanah (bahan ditumpuk diatas tanah). Untuk menjaga agar tidak tergenang sewaktu hujan, perlu dibuat bendungan dengan ukuran sesuai kondisi lahan, misal panjang 3 m, lebar1 m dan tinggi 25-30 cm.
Untuk menghindari curah hujan, dapat dibuat naungan dengan atap dari genting, rumbia atau bahan lainnya. Selain ditumpuk diatas tanah, bahan-bahan organik dapat ditumpuk dalam bak penampung. Bak ini bisa beraneka ragam modelnya tergantung kebutuhan. Ember berlubang Ember bekas cat seperti ini dapat disulap menjadi komposter sederhana dengan memberi lubang yang cukup untuk aerasi. Digunakan bantal sekam dan kardus untuk mengontrol kelembaban dan mengurangi bau. Bak penampung harus mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara dapat keluar masuk dengan bebas. Aliran udara yang tidak lancer dapat menyebabkan pengomposan tidak sempurna. Salah satu model bak yang praktis dan murah adalah seperti boks bayi dengan daya tampung sekitar 1 m3.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan bak ini seperti papan,bamboo, kawat ram dan paku. Dalam pembuatan bak yang terpenting yaitu adanya ventilasi. Ventilasi dapat dibuat dengan memasang kawat ram atau papan-papan yang dirangkai diberi jarak. Drum/tong Menggunakan tong plastik berukuran 120L yang dilengkapi pipa vertical dan horizontal agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara). Bak/kotak Metoda ini menggunakan konstruksi sederhana pasangan bata yang dikombinasikan dengan bilik kayu sebagai pintu untuk ruang pengomposan.
Untuk memudahkan pembalikan kompos, sisi-sisi bak dicopot dan dipasang kembali disebelah timbunan. Kedalam sehingga bagian atas akan menjadi bagian bawah. Mengolah sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga diperlukan alat yang disebut komposer. Untuk membuat komposter diperlukannya drum atau tong plastik yang mempunyai tutup, pipa paralon berdiameter 4 inci, kasa plastic untuk menutup lubang pipa bagian uar dan batu kerikil. Cara pembuatan komposter yang pertama bagian atas tong plastik diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk memasang pipa:
1. Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang, lalu ditutup kasa plastik untuk jalan air
2. Ujung-ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastik untuk sirkulasi udara
3. Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara,
4. Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam ditanah. Tempatkan pada bagian yang tidak kena hujan secara langsung.
5. Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm.
Demikian juga sekeliling pipa ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organik cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organik cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut. Tong tersebut diisi dengan sampah rumah tangga, tentunya sampah organik, tetapi jangan diikutkan dengan kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selama itu akan terjadi proses pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti tanah. Ambil kompos itu dari composer, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu sesudah itu kompos sudah siap untuk pupuk tanaman.
Dalam komposter tersebut akan bermunculan belatung yang mungkin bisa menimbulkan rasa jijik. Belatung muncul dari sampah-sampah organik yang mengalami pembusuk. Kehadiran belatung karena tugasnya melahap sampah dapur. Supaya belatung tidak berkeliaran maka tutup tong harus dijaga dalam keadaan rapat. Untuk mendapatkan kompos yang lebih terjamin keberhasilannya dibutuhkan enam langkah penyusunan pembuatan kompos.
Langkah yang pertama yaitu bahan kompos ditumpukkan diatas bilah-bilah bamboo atau kayu. Selama 1-2 hari diperciki air sampai lembab tetapi tidak becek.
Langkah yang kedua yaitu pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan dari hari keempat hingga hari ke empat puluh, tumpukan dijaga agar suhunya 45-65C dan kelembapannya sekitar 50%. Kelembapan dapat diukur dengan cara memasukkan tongkat kayu kedalam tumpukkan kompos, lalu mengeluarkannya. Bila tongkat kering, berarti kelembapannya kurang sehingga perlu dibalik dan disiram. Bila tongkat basah (lembab) berarti kelembapannya telah sesuai. Namun bila tongkat terlalu basah maka kelembapannya terlalu tinggi sehingga perlu dibalik. Cara mengukur lainnya dengan memegang bahan kompos. Kelembapan ideal ditandai dengan bahan yang basah, tetapi tidak ada air menetes. Suhu diukur dengan cara memasukan tangan kedalam tumpukan kompos. Suhu 45-65ºC.
Langkah ketiga yaitu pembalikkan dan penyiraman, pembalikkan tumpukan dilakukan jika terjadi suhu tumpukkan diatas 65ºC atau dibawah 45ºC tumpukkan terlalu basah atau dibawah 45ºC tumpukan terlalu basah atau terlalu kering. Apabila suhu masih 45-60ºC dan kelembapannya 50% tumpukan kompos belum waktunya dibalik.
Langkah keempat yaitu pematangan, hari ke-45 tumpukan telah memasuki masa pemotongan. Kompos yang matang ditandai dengan suhu tumpukan yang menurun mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk fisik menyerupai tanah dan berwarna kehitam-hitaman. Pemotongan berlangsung selama 14 hari.
Langkah kelima yaitu pengayakan kompos, tujuan dilakukan pengayakan yaitu agar memperoleh ukuran kompos sesuai yang dikhendaki, memilah bahan yang belum terkomposkan secara sempurna dan mengendalikan mutu kompos.
Langkah terakhir yaitu pengemasan dan penyimpanan kompos yang sudah disaring, dikemas kedalam kantung atau karung. Setelah itu disimpan ditempat yang kering atau diletakan diatas papan.

pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.

Daftar isi

[sembunyikan]

Tujuan

Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:

 Metoda Pembuangan

 Penimbunan darat

Penimbunan darat sampah di Hawaii.
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan , diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama , dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah)
Kendaraan pemadat sampah penimbunan darat.
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

[sunting] Pembakaran/pengkremasian

Pabrik pembakaran di Vienna (Spittelau incineration plant).
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi biasa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.
Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bisa dilakukan untuk sampah padat , cari maupun gas. Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis). Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan polusi udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah begitu terbatas ,karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.[[Sampah menjadi energi (waste-to-energy)|Sampah menjadi energi atau energi dari sampah adalah terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna , ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak , pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik , contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.

 Metode Daur-ulang

Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.

Pengolahan kemabali secara fisik

Baja di buang , dipilih dan digunakan kembali.
Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya.

Pengolahan biologis

Pengkomposan.
Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga , seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.

Pemulihan energi

Komponen pencernaan Anaerobik di pabrik Lübeck mechanical biological treatment di Jerman, 2007
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan , dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.

Metode penghindaran dan pengurangan

Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai , memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman).

[sunting] Konsep pengelolaan sampah

Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:
Diagram dari hirarki limbah.
  • Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
  • Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
  • prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan

Pendidikan dan Kesadaran

Pendidikan dan kesadaran di bidang pengelolaan limbah dan sampah yang semakin penting dari perspektif global dari manajemen sumber daya. Pernyataan yang Talloires merupakan deklarasi untuk kesinambungan khawatir dengan skala dan belum pernah terjadi sebelumnya kecepatan dan degradasi lingkungan, dan penipisan sumber daya alam. Lokal, regional, dan global polusi udara; akumulasi dan distribusi limbah beracun, penipisan dan kerusakan hutan, tanah, dan air; dari penipisan lapisan ozon dan emisi dari "rumah hijau" gas mengancam kelangsungan hidup manusia dan ribuan lainnya hidup spesies, integritas bumi dan keanekaragaman hayati, keamanan negara, dan warisan dari generasi masa depan. Beberapa perguruan tinggi telah menerapkan Talloires oleh Deklarasi pembentukan pengelolaan lingkungan hidup dan program pengelolaan sampah, misalnya pengelolaan sampah di universitas proyek. Universitas pendidikan kejuruan dan dipromosikan oleh berbagai organisasi, misalnya WAMITAB Chartered dan Lembaga Manajemen dari limbah.

Manfaat pengelolaan sampah

  1. Penghematan sumber daya alam
  2. Penghematan energi
  3. Penghematan lahan TPA
  4. Lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman)

Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik

  1. Longsor tumpukan sampah: Longsor sampah Leuwigajah
  2. Sumber penyakit
  3. Pencemaran lingkungan